Tentang Buku Biografi itu

Tahun 2008 – 2011 lalu, saya mendapat tugas untuk menyusun buku biografi Waqif sekaligus salah seorang pendiri Pondok Pesantren Darunnajah, Ulujami, Jakarta Selatan, almarhum KH Abdul Manaf Muhayyar. Saya tidak mengenalnya secara pribadi. Bahkan saya tidak pernah berjumpa denganya. Saat mendapat tugas (lebih tepatnya pekerjaan) dari pimpinan Pesantren Darunnajah saat ini, KH Sofwan Manaf, pada 2008 lalu, saya baru mengenal pesantren tersebut beberapa bulan sebelumnya. Dan figur yang akan saya tulis sudah meninggal tiga tahun sebelumnya.

Saya terima pekerjaan itu karena selain membutuhkan uang (saat itu saya bekerja freelance), juga melihat tantangan bahwa menulis biografi adalah hal baru bagi saya. Saya sebelumnya adalah seorang jurnalis media cetak. Tentu menulis untuk media cetak (koran/tabloid) berbeda dengan menulis sebuah buku biografi.

Setelah melalui berpuluh wawancara, ratusan lembar buku dan artis, serta perjalanan ke beberapa tempat untuk menemui narasumber, akhirnya saya serahkan naskah draft biografi itu pada akhir 2010. Lebih kurang dua tahun saya menyusunnya.

Mengapa begitu lama? Di sinilah saya baru paham kesulitan utama menyusun buku biografi. Apalagi figur yang akan ditulis adalah orang yang sudah meninggal. Banyak sekali informasi yang saya harus timbang dan bandingkan sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Dan memang selama penulisan tersebut, beberapa hal terkait kisah hidup almarhum menimbulkan beda pendapat di antara kerabat dan ahli waris, murid dan rekan-rekannya. Inilah hal yang paling sulit saya rasakan sebagai penulis. Saya tidak ingin menulis sejarah hidup seseorang dari sudut pandang satu pihak saja. Saya ingin kisah hidup seseorang adalah bagian utuh dari proses dirinya menjadi manusia. Pasti ada cerita pahit getir, suka duka, dan tentu saja pro dan kontra.

Begitu pula menyikapi beda pendapat dan konflik yang terjadi dalam sejarah pondok pesantren yang dipimpinnya, coba saya tuangkan senetral mungkin agar diperoleh gambaran utuh tentang pergulatan pemikiran dan situasi saat konflik terjadi. Pembaca akan diajak memahami tarik ulur kepentingan, sudut pandang beberapa pihak, hingga cara dan bagaimana sebuah keputusan atau tindakan diambil.

Bagian inilah yang paling menguras energi. Saya harus betul-betul teliti dan membaca berkali-kali agar sebagai penulis saya tidak memposisikan diri saya sebagai pengagum atau pembenci objek yang saya tulis. Saya memposisikan diri sebagai orang luar yang menulis sejarah secara objektif.

Inilah barangkali hal paling penting yang saya peroleh dari pengalaman menyusun biografi. Bekerja sebagai pihak yang netral, tak terlibat kepentingan, objektif dan fair, semua hal yang diajarkan dalam ilmu jurnalistik, saya terapkan dalam penulisan buku ini.

Akhirnya setelah beberapa tahun dengan tambahan beberapa penulis pendukung, buku biografi tersebut dicetak pada 2014 lalu.

Tinggalkan komentar